Sabtu, 20 Mei 2017

Gagal Lagi! Lalu Harus Bagaimana?

Accidental Slip, Oops, Slip, Mistake
Gagal lagi dalam lomba. Aduh gimana ya? Nyeri, pedih, galau? Pastilah. Wajar. Ada yang galaunya hanya satu dua jam bahkan kurang, ada yang berhari-hari, bahkan ada yang down dan meratapi diri. "Aku memang nggak bakat, aku nggak mampu, ini bukan duniaku, aku mau ganti profesi." Ya ... ya ... ya .... oke. Tarik napas, buang napas.
Biasanya apa yang kita lakukan? Curhat. Yeps, curhat sama teman yang sama-sama kalah, sama temen yang nggak ikut lomba, atau siapa saja yang saat itu kita anggap nyaman buat dicurhati. Lalu keluarlah segala keluhan dan tangis. Teman kita akan bilang "puk-puk, I feel you, santai, akan ada event lain, selalu ada hikmah, ini hanya keberhasilan yang tertunda, endebre endebre endebre ...."
Plong? Bisa jadi, tapi bisa juga tidak. Apalagi kalau sudah berkali-kali kalah dan kalau teman-teman seperjuangan kita yang menang, sementara hanya kita sendiri yang kalah. Nyuuuttt! Merasa bodoh, ya? Kalau begitu, kayaknya hanya diri kita yang bisa menghiburnya.
Menyikapi kekalahan memang tak mudah, kok. Bersyukurlah untuk kalian yang bisa melupakan dalam sekejap.
Mungkin langkah-langkah ini bisa sedikit membantu  untuk tetap tegar dan menerima dengan lapang kegagalan kita.

1. Berdoa
Berdoa itu yang utama dan pertama, dong. Berdoa apa? Berdoa supaya kita tetap di jalan lurus #bleh. Just kidding. Berdoa supaya kita memiliki hati ikhlas, ridho. Sebab selama kita nggak ikhlas, apapun yang kita lakukan nggak bakal bikin kita move on.

2. Curhat
Mending curhat sama teman daripada marah-marah di socmed. Memalukan, tahu! Mungkin nasihat teman itu klise, tapi percayalah itu sangat membantu kita bisa bernapas dengan normal.

3. Berkaca, berkaca, berkaca
Mirror mirror on the wall, who is the most beautiful in the world? Beneran, kok, sebaiknya kita berkaca. Lalu bertanya pada si kaca, apakah kita sudah melakukan usaha terbaik? Apakah kita sudah berkarya yang terbaik? Apakah ini apakah itu.
Coba deh ingat-ingat lagi apakah kita sudah melakukan proses dengan maksimal dan optimal? Jangan-jangan waktu mengikuti lomba pun niat kita hanya iseng, daripada enggak ikut, kebetulan punya naskah yang sesuai tema, kebetulan lagi ngak ada kerjaan, etcetera. Kalau gitu, ngapain nangis-nangis waktu kalah? Kan cuma coba-coba. Kan cuma iseng-iseng. Padahal pesaingnya ratusan bahkan ribuan. Teman kita yang menang itu sudah melakukan upaya terbaiknya. Niatnya bulat sejak awal.
Wajar dong kalau kita kalah! Wajar dong kalau kita nggak menang! #jleb


4. Jangan marah dan mencela
Sangat mungkin karena saking tak terimanya dengan keputusan juri, kita marah dan berprasangka buruk dan mencela. Setelah melihat siapa pemenangnya atau melihat karya pemenang, dalam hati kita mencibir: "Ih kayak gini menang? Ini kan biasa saja." Oh NO NO NO! Sebaiknya hindari sikap ini jauh-jauh. Selain membuat kita jadi pecundang, juga sangat tidak etis.
Lagi pula, mau jurinya seperti apa, pemenangnya siapa dan karyanya seperti apa, mereka tetap menang. Dan kita tetap kalah! #slaappp!
Namanya juga lomba, broh. Masak juara semua? Pasti harus ada yang kalah biar ada yang menang. 
Daripada marah, mending pelajari aja dan temukan kelebihannya. Kalau kepala kita sudah dingin, sih. Perbaiki karya kita hingga jauh lebih bagus dari karya mereka. Sampai di sini setuju?

5. Daftar semua kebahagiaan yang kita terima akhir-akhir ini
Memang harus memaksakan diri untuk mengingat dan mencatat apa saja kebahagiaan yang sudah diberikan kepada kita akhir-akhir ini. Kalau kita bersyukur maka akan ditambah nikmatnya.
Saat ini yang saya miliki berkaitan dengan tulisan adalah:
1. naskah kumpulan kisah hadits yang sudah ditunggu penerbit
2. order baru dari penerbit yang sama
3. menunggu 3 naskah pict book yang sedang proses terbit
4. permintaan salah satu redaktur majalah lokal untuk mengirim cerpen
5. dua naskah cerita untuk buku antologi yang belum dkerjakan
Nah, ternyata cukup banyak pekerjaan yang membutuhkan kerja keras kita, kan? Jadi, kenapa terpaku pada masa lalu yang gagal? Di depan sudah menanti banyak kebahagiaan. InsyaAllah

6. Kembali ke niat awal

Dulu sewaktu menceburkan diri ke dunia kepenulisan  atau bidang apapun, niatnya apa? Jujur saja, kalau saya niat awal adalah karena hobi. Senang aja menulis. Tak ada ekspektasi lain selain untuk bergembira dengan tulisan. Kalaupun pernah ikut lomba ini itu, ya ikut dengan gembira. Mau menang mau kalah, nothing to lose. Jadi, kenapa kita berubah arah?
Oke, mungkin niatnya sekaligus untuk mendapat penghasilan. Baiklah, coba hitung lagi, apakah kalah lomba benar-benar memupus jatah rezeki kita? Tentunya tidak bukan? Apalagi kalau ada beberapa buku yang sedang proses terbit, beberapa order yang datang. Ada peluang menulis dan berkarya di sana dan di sono. See! Jadi, mengapa galau berlamau-lamau kau?
Seharusnya kita tetap segembira dulu apapun yang terjadi dengan karya kita.


7. Balas dendam


Uiiii .... sangar! Kayak apa aja balas dendam. Ini balas dendam syar'i kok #bercanda. Begini, karena kita kalah, jadikan saja ini penyemangat kalau bisa yang gila-gilaan untuk berkarya yang lebih produktif dan berkualitas. Belajar lagi dari mana dan siapa saja. Hajar semua rintangan! Tetapkan detlen yang ketat. Empaskan rasa malas dan santai-santai kayak di pantaiiii! Kepalkan tangan singsingkan lengan baju untuk bekerja lebih keras. Tapi jangan membabi buta sampai nabrak sana sini, ya.
Intinya, jadikan kegagalan sebagai titik balik atau pijakan untuk melejit lebih tinggi. Bukankah badai yang datang justru bisa mempercepat bahtera sampai tujuan? Sound cliche, hah! Indeed, but true.

Oke, seharusnya 7 langkah ini sudah cukup mengempaskan kegalauan. Belum juga? Tak apa-apa. Waktu akan menyelesaikannya juga. Mari sama-sama menunggu, sebab memori kita akan terlalu penuh untuk mengingat hari ini. Ada hari-hari lain yang akan datang dan ingatan tentang hari ini akan melesak keluar dan tinggal jejak samar!

Selamat bergembira memakamkan kegalauan!








2 komentar:

Terimakasih telah berkunjung dan memberi komentar.