Add caption |
*dimuat di Majalah Bobo*
Peri Rupet, koki Istana Peri kebingungan. Sudah berkali-kali dia
menambahkan sari gula pada puding bit, tetap saja terasa hambar.
“Peri Rupet, kau lupa memberikan madu pada minumanku,” tegur Ratu Peri.
“Oh, tidak, tentu saja tidak,
Ratu!” bantah Peri Rupet.
Ratu Peri mengerutkan kening, hingga mahkotanya
sedikit bergerak. “Mungkin kau harus menambahkan madu lebih banyak pada minumanku,”
usulnya.
Peri Rupet menatap wadah madu di rak dapurnya
yang hampir kosong. “Baiklah.”
Tetapi, tak hanya koki istana yang kebingungan
karena makanannya tak enak. Peri-peri lain tak kalah terkejut.
“Kenapa buah apelnya tak berasa?”
“Bah! Bah! Ceri ini asam sekali!”
“Peri Sacharosa! Mengapa semua buah menjadi asam?”
Teriak para peri. Peri Sacharosa yang sedang berayun-ayun di dahan pohon ceri
terkejut. Seharusnya itu pekerjaan Peri Swesa. Menaburkan serbuk manis pada
semua tanaman. Tapi, Peri Swesa sedang sakit. Salah satu peri gula harus
menggantikannya. Ratu Peri menunjuk Peri Sacharosa menggantikannya.
“Masakanku jadi tak karuan. Kau pasti salah
meramu serbuk gulamu!” tuduh Peri Rupet.
Peri Sacharosa jengkel sekali. Kedua ujung
bibirnya melengkung ke bawah beberapa senti. “Aku sudah melakukan tugasku
sesuai petunjuk Peri Swesa. Aku menambahkan dua takaran serbuk manis pada apel,
satu takaran pada ceri, empat takaran pada sugarwood, kelengkeng, melon .…”
Semua peri saling berpandangan. Peri Rupet terdiam.
“Kalau begitu, pasti ada yang salah,” katanya sebelum meningalkan Peri Sacaharosa
diikuti peri lainnya.
Peri Sacharosa mengayun dahan ceri
kencang-kencang hingga suaranya berderak-derak. Dia sangat kesal. Bayangkan
saja. Dia harus bangun paling pagi di antara semua peri, bahkan lebih pagi
daripada matahari. Tak ada siapa-siapa kecuali peri angin yang suka bermain
dengan tongkat anginnya hingga udara menjadi sangat dingin.
Peri Sacharosa harus terbang dari satu ranting
ke ranting lain, dari satu pohon ke pohon lain. Jari-jarinya sibuk bergerak
menabur bubuk manis.
“Huh, huh, huh!” Tangan Peri Sacharosa bergerak
ke sana-ke mari dengan jengkel, membuat hewan-hewan mungil yang sedang asyik
bersantai terbang ketakutan.
“Peri Sacharosa!” panggil Ratu Peri. “Minggu
depan akan ada pertemuan peri. Jangan sampai memalukan tamu karena kau tidak
melaksanakan tugasmu dengan baik.”
Peri Sacharosa menekuk satu lututnya lalu
membungkuk tanpa suara. Tak ada senyum di wajahnya. Dia jengkel sekali karena
semua orang menuduhnya tak bisa bekerja.
Peri Sacharosa bergegas ke dapur. Dia segera
meramu bubuk manis seperti petunjuk Peri Swesa. Suara sendok, tongkat pengaduk,
botol kaca, bejana, menimbulkan suara berisik. Peri Sacharosa bekerja dengan
wajah bersungut-sungut. Mulutnya mengerucut. Langit masih gelap, ketika Peri
Sacharosa memeluk bejana dengan tangan kirinya. Mulutnya makin mengerucut.
“Hap!” sesendok serbuk dia taburkan dengan kesal
pada bunga-bunga ceri yang sedang mekar. Peri Sacharosa bekerja dengan cepat.
Dengan bibir tertutup rapat. Sayapnya bergetar dari satu pohon ke pohon lain. Hari
mulai terang ketika dia menyelesaikan tugasnya.
“Selamat pagi, Peri Sacharosa!” sapa Peri Angin
tersenyum manis.
“Pagi,” jawab Peri Sacharosa hampir tanpa
menggerakkan bibirnya.
“Hari pasti akan lebih manis jika kau mau
menunjukkan sedikit senyummu,” tegur Peri Angin sebelum terbang berputar di
antara dedaunan.
Peri Sacharosa berkacak pinggang di atas daun
anggur. Ujung bibirnya berkerut, seperti dua sungut. Peri Sacharosa lalu beristirahat
sambil berayun-ayun di batang anggur yang melengkung.
Hari ini istana sangat ramai. Pertemuan peri
akan dilaksanakan. Peri Rupet sangat sibuk membuat makanan.
“Peri Sacharosa! Lagi-lagi kau salah meramu
serbuk manismu!” Dia mengecapkan lidahnya.
“Tidak!” bantah Peri Sacharosa. “Aku tidak salah!
Aku meramu seperti yang diajarkan Peri Swesa.” Peri Sacharosa berdiri tegak di
depan Peri Rupet. Matanya berkilat karena jengkel.
“Kau yakin?” Peri Rupet mengernyit lalu
mengetuk-ngetuk dahinya dengan sendok kayu. “Pasti ada yang salah dengan
ramuannya,” gumamnya. Dia masih mengetuk-ngetukkan sendok kayunya saat meninggalkan
Peri Sacharosa.
Peri Sacharosa kebingungan. Lagi-lagi serbuk
manis yang dia taburkan tak mempan. Dia duduk di atas batu hijau. Tangannya
menopang dagu. “Pasti ada rahasia yang disembunyikan oleh Peri Swesa dariku,”
gumamnya. “Aku harus mengamati benar-benar saat Peri Swesa membuat ramuan.”
Syukurlah Peri Swesa akhirnya sembuh juga. Sambil
membantu, diam-diam Peri Sacharosa mengamati Peri Swesa saat menaburkan ramuan
ke dalam bejana dengan riang. Sesekali terdengar senandung dari bibirnya. Dapur
dipenuhi irama.
“Peri Swesa, aku membuat ramuan sama persis
seperti yang kau lakukan. Tapi, kenapa semua menjadi hambar dan asam?” Peri
Sacharosa ikut menyendok ramuan ke dalam bejana. “Apakah kau mempunyai rahasia
yang aku tak tahu?”
“Aku tak punya rahasia,” Peri Swesa menjawab
santai. “Ayo segera keluar. Mereka sudah menunggu serbuk kita.” Peri Swesa
terbang dengan riang. Peri Sacharosa mengikuti dari belakang, meskipun belum
puas dengan jawaban yang dia dengar.
“Hai, Peri Angin!” sapa Peri Swesa sambil tersenyum.
Udara menjadi sedikit hangat. “Halo apelku yang manis!” Peri Swesa tak berhenti
tersenyum sambil menaburkan serbuk manisnya. Apel itu bergoyang. Ada dua garis
cahaya melengkung seperti senyuman. Setiap Peri Swesa menaburkan serbuknya,
mereka bergoyang sambil memamerkan dua garis cahaya.
“Aneh sekali,” Peri Sacahrosa menatap buah-buah itu
dengan heran.
“Apa yang aneh?” Peri Swesa tersenyum melihat
Peri Sacharosa yang kebingungan.
“Jadi benar kau punya ramuan rahasia?” tebak Peri
Sacharosa dengan mulut mengerucut. “Dan aku belum boleh tahu?”
“Tidak. Tak ada ramuan rahasia,” Peri Swesa
menggeleng. “Kalau kau ingin tahu, ikuti petunjukku.” Peri Swesa sudah
mendengar keluhan warga istana.
Peri Sacharosa mengangguk.
“Sekarang, tunjukkan gigimu. Jangan telalu
lebar. Tarik bibirmu ke kiri dan ke kanan. Tahan 5 hitungan.”
Peri Sacharosa menurut. Kini mulutnya tak lagi
mengerucut seperti biasanya.
“Nah, sekarang taburkan serbuk pada buah plum.”
Batang buah plum bergoyang dan dua garis cahaya
memantul dari kulitnya. Peri Sacharosa membelalak senang. Sepanjang pagi,
senyum Peri Sacharosa mengembang. Kebun istana tampak lebih meriah.
Batang-batang pohon meliuk seperti penari. Buah-buah ikut bergoyang. Sebelum
matahari terbit, Peri Sacharosa sudah menyelesaikan tugas dengan sempurna.
Keesokan harinya, sepiring kue berwarna biru
buatan Peri Swesa menghiasi meja makan para peri.
“Hm … akhirnya aku dapat membuatkan kue manis
untuk Ratu Peri dan kalian semua.” Peri Rupet menepuk tangannya tanda puas.
Peri Swesa menoleh pada Peri Sacharosa. Mereka
tersenyum penuh rahasia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung dan memberi komentar.